A. LAHIRNYA VOC
Persaingan yang cukup keras terjadi antarperusahaan dagang orang-orang Belanda. Masing-masing di antara mereka ingin memenangkan kelompoknya guna menggapai keuntungan yang lebih besar. Hal tersebut mendapat perhatian khusus dari pihak pemerintah dan parlemen Belanda karena persaingan antarkongsi Belanda akan merugikan kerajaan Belanda sendiri. Menyangkut hal itu, sehingga pemerintah dan parlemen Belanda pada tahun 1598 menyarankan agar antarkongsi dagang Belanda saling bekerja sama membentuk sebuah perusahaan dagang yang lebih besar. Saran tersebut terlaksanakan empat tahun berikutnya, yaitu pada tanggal 20 Maret 1602 yang secara resmi dibentuklah persekutuan kongsi dagang Belanda di Nusantara sebagai hasil dari antarkongsi yang sudah ada. Kongsi dagang Belanda itu diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) atau dapat disebut sebagai 'Perserikatan Maskapai Perdagangan Hindia Timur". Secara resmi VOC didirikan di Amsterdam. Tujuan dibentuknya VOC yaitu:
1. Menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama kelompok pedagang Belanda yang sudah ada.
2. Memperkuat kedudukan para pedagang Belanda dalam menghadapi persaingan dengan para pedagang negara yang lain.
3. Sebagai kekuatan revolusi sehingga VOC memiliki tentara.
VOC dipimpin oleh dewan yang beranggotakan sebanyak 17 orang direktur, sehingga dinamakan "Dewan Tujuh Belas" atau Heeren XVII. Heeren XVII maksudnya adalah para tuan, misalnya Lord, Duke, Count, dari 17 Provinsi yang terdapat di Belanda sebagai pemilik saham VOC. Mereka terdiri atas delapan perwakilan kota pelabuhan dagang di Belanda. Adapun markas besar Dewan ini terletak di Amsterdam. VOC memiliki beberapa kewenangan dan hak-hak dalam menjalankan tugas, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Melakukan monopoli perdagangan di wilayah antara Tanjung Harapan sampai dengan Selat Maggellan, termasuk kepulauan Nusantara.
2. Membentuk angkatan peran sendiri.
3. Melakukan peperangan
4. Mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat.
5. Mencetak dan mengeluarkan mata uang sendiri.
6. Mengangkat pegawai sendiri.
7. Memerintah di negara jajahan.
Beberapa kewenangan di atas dinamakan hak oktroi. Kewenangan tersebut menunjukkan bahwa VOC memiliki hak-hak yang istimewa dan kewenangan yang luas. VOC bagaikan negara dalam negara. Karena memiliki hak untuk membentuk angkatan peran sendiri dan boleh melakukan perang maka VOC cenderung ekspansif. VOC berusaha memperluas daerah kekuasaan dan monopolinya di Nusantara dan memandang bangsa-bangsa Eropa yang lain sebagai musuhnya. Pada tahun 1605 mengawali ekspansinya, VOC telah berhasil mengusir Portugis dari Ambon, benteng pertahanan Portugis yang terdapat di Ambon dapat diduduki tentara VOC yang kemudian benteng tersebut diberi nama Benteng Nieuw Victoria.
Pada awal pertumbuhannya hingga tahun 1610, Heern XVII secara langsung harus melaksanakan tugas-tugas dan menyelesaikan berbagai urusan VOC, salah satunya urusan ekspansi untuk perluasan wilayah monopoli. Karena Heeren XVII berkedudukan di Amsterdam dan harus mengurus wilayah Nusantara, sudah pasti tidak akan berjalan cepat dan efektif ditambah dengan persaingan dan permusuhan bangsa-bangsa lain yang semakin keras. Maka dari itu pada tahun 1610 secara kelembagaan dibentuklah jabatan baru dalam organisasi VOC yaitu Gubernur Jendral. Gubernur jendral merupakan jabatan tertinggi yang bertugas mengendalikan kekuasaan di negeri jajahan VOC. Dibentuk juga "Dewan Hindia" yang bertugas untuk memberi nasihat dan mengawasi kepemimpinan Gubernur jendral.
Pieter Both merupakan gubernur jendral VOC yang pertama kali. Sebagai yang pertama, sudah selayaknya mulai menata agar harapan memperoleh monopli perdagangan di Hindia Timur dapat diwujudkan. Pieter Both pertama kali mendirikan pos perdagangan yang bertempat di Banten pada tahun 1610. Di tahun yang sama, Pieter Both meninggalkan Banten dan berhasil memasuki Jayakarta. Pada waktu itu, penguasa Jayakarta adalah Pangeran Wijayakrama sangat terbuka akan hal yang menyangkut perdagangan. Pedagang dari manapun bebas berdagang. Dengan demikian, Jayakarta dengan pelabuhannya yaitu Sunda Kelapa menjadi kota dagang yang begitu ramai. Pada tahun 1611Pieter Both berhasil melakukan perjanjian dengan penguasa Jayakarta untuk pembelian sebidang tanah seluas 50x50 vadem (1 vadem = 182 cm) yang berlokasi di timur Muara Ciliwung. Tanah tersebutlah yang menjadi cikal bakal hunian dan daerah kekuasaan VOC di tanah Jawa dan juga menjadi cikal bakal kota Batavia. Di lokasi tersebut kemudian didirikan bangunan batu berlantai dua sebagai tempat tinggal, kantor, dan sekaligus pula gudang. Pieter Both juga berhasil membuat perjanjian dan menanamkan pengaruhnya di Maluku dan berhasil mendirikan pos perdagangan di Ambon.
B. KESERAKAHAN DAN KEKEJAMAN VOC
Pieter Both digantikan oleh Jendral Gerard Reynst pada tahun 1614. Berselang satu tahun, kemudian dia digantikan oleh Laurens Reael. Pada masa jabatan Laurens, Gedung Mauritius berhasil dibangun yang berlokasi di tepi Sungai Ciliwung.
Orang-orang Belanda yang tergabung dalam VOC begitu cerdik. Pada awalnya mereka bersikap baik dengan rakyat, hubungan perdagangan Nusantara berjalan lancar, bahkan pada saat kepemimpinan Pieter Both, orang-orang Belanda diizinkan oleh Pangeran Wijayakarma untuk tinggal dan loji di Jayakarta. Sikap baik dari penguasa tersebut dimanfaatkan oleh VOC untuk semakin memperkuat kedudukannya di Nusantara. Berselang waktu, orang-orang Belanda mulai memperlihatkan sikap congak dan sombongnya. Karena telah merasakan kenikmatan tinggal di Nusantara, orang-orang Belanda semakin berambisi untuk menguasai Indonesia. VOC sering melalukan tidak kekerasan ke orang pribumi untuk memenuhi nafsunya tersebut. Hal itu tentu saja menimbulkan kebencian rakyat dan penguasa lokal. Mereka tidak ingin diperlakukan semena-mena maka dari itu sering kali melakukan perlawanan seperti pada tahun 1618 Sultan Banten dibantu oleh tentara Inggris di bawah Laksamana Thomas Dale berhasil mengusir VOC dari Jayakarta dan menyingkir ke Maluku. Di tahun selanjutnya, Pasukan Banten mengusir Inggris dari Jayakarta dan membuat Jayakarta dapat dikendalikan sepenuhnya oleh Kesultanan Banten.
Gubernur jendral Laurens Reael digantikan oleh Gubernur Jendral Jan Pieterzoon Coen pada tahun 1619. J.P Coen dikenal sebagai gubernur yang kejam, berani serta ambisius. Karena merasa negaranya dipermalukan oleh Inggris dan Banten, maka dia mempersiapkan pasukannya untuk menyerang Jayakarta dengan armada angkatan laut 18 kapal perangnya. Kapal tersebut mengepung Jayakarta dan membuat Jayakarta diduduki oleh VOC. Pada tanggal 30 Mei 1619, J.P Coen membumihanguskan kota Jayakarta. Di atas puing-puing tersebut dibangun kota baru bergaya kota dan bangunan Belanda. Kota tersebut dinamakan Batavia.
Dikenal dengan gubernur yang kejam dan ambisius, ia juga dapat dikatakan sebagai peletak dasar penjajahan VOC di Indonesia. Ia berusaha meningkatkan eksploitasi kekayaan bumi Nusantara yang bertujuan untuk kepentingan pribadi dan juga negerinya. Adapun cara-cara yag dilakukannya untuk meningkatkan eksploitasinya yaitu;
a. Merebut pasaran produksi pertanian
b. Tidak ikut aktif secara langsung dalam kegiatan produksi hasil pertanian, cara memproduksi hasil pertanian dibiarkan oleh kamu pribumi akan tetapi VOC mendapat hasil tersebut dengan mudah ataupun dengan paksaan.
c. VOC selalu berusaha untuk menduduki tempat yang strategis. Taktik yang dilakukan bukan hanya kekerasan dan peperangan, tetapi juga dengan adu domba.
d. VOC melakukan intervensi atau campur tangan terhadap pergantian penguasa lokal Nusantara dan yang menyangkut tentang usaha pengumpulan hasil bumi dan pelaksanaan monopoli.
e. Lembaga pemerintahan tradisional/kerajaan tetap dipertahankan dengan harapan dapat diperalat jika tidak mau akan diperangi.
Akhirnya monopoli, intervensi dan adu domba itu menjadi kebiasaan VOC dan pemerintahan kolonial Belanda untuk melestarikan penjajahannya di Indonesia.
J.P Coen kembali ke Belanda setelah berhasil membangun Batavia dan meletakkan dasar-dasar penjajahannya. Akan tetapi, oleh pimpinan VOC di Belanda, J.P.Coen diperintahkan untuk ke Batavia dan diangkatlah kembali menjadi Gubernur Jendral untuk yang kedua kalinya. Hal tersebut membuat J.P Coen semakin kejam dan congakdalam menjalankan pemerintahannya. Tipu muslihat dan politik devide et impera semakin dilakukan. Batavia menjadi markas besar VOC karena tempatnya yang strategis. Semua tindakan dan kebijakan VOC di kawasan Asia dikendalikan dari markas besar VOC di Batavia. Batavia terkenal sebagai penghubung jalur perdagangan Internasional yang juga menghubungkan antara Nusantara bagian barat dengan Malaka, India, dan juga Nusantara bagian Timur.
VOC semakin menjalankan taktiknya sebagai contoh, Matarm Islam yang merupakan kerajaan kuat di Jawa dapat dikendalikan sepenuhnya oleh VOC. Hal tersebut dikarenakan tipu musihat VOC yang memaksa Raja Pakubuwana II yang sedang dalam keadaan sakit untuk menandatangani naskah penyerahan kekuasaan Mataram Islam kepada VOC. Tidak berakhir di kerajaan Jawa saja, Kerajaan luar Jawa pun berusaha untuk ditaklukkannya.
Pada tahun 1641, VOC berhasil mengalahkan Portugis di Malaka yang membuat Malaka dapat dikuasai oleh VOC dan kemudian mencoba untuk memperluas pengaruhnya di Aceh. Kerajaan Makassar di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin juga berhasil dikalahkan pada tahun 1667 setelah perjanjian Bongaya. Dan menyebabkan VOC berhasil memaksakan kontrak dan monopoli perdagangan dengan Raja Sulaiman dari Kalimantan Selatan yang dilaksanakan melalui pelayaran Hongi. Untuk memperkuat dan mempertahankan kekuasaanya, benteng-benteng pertahanan pun dibangun. Seperti Benteng Doorstede di Saparua, Benteng Nasau di Banda, Benteng Nieuw Victoria yang sudah ada di Ambon, Benteng Oranye di Ternate, dan Benteng Rotterdam di Makassar.
VOC pun memperluas pengaruhnya hingga ke Papua/Irian. Orang yang pertama kali sampai ke Irian adalah Willem Janz. Penduduk Irian masih dikenal Primitif dan bersahaja. Pad saat itu, orang-orang Belanda sangat memerlukan budak, maka dari itu banyak orang Irian yang dijadikan budak. Pulau-pulau yang termasuk wilayah Irian yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Tidore berpindah tangan ke VOC pada tahun 1667. Hal itu menyebabkan pengaruh dan kekuasaan VOC sudah meluas ke seluruh Nusantara.
C. VOC GULUNG TIKAR
VOC mengalami puncak kejayaan di abad ke-17 hingga awal abad ke-18. Penguasa dan kerajaan lokal berhasil dikuasai. Jalur perdagangan yang dikendalikan VOC menyebar luas membentang dari Amsterdam, Tanjung Harapan, India sampai Irian/Papua yang menyebabkan keuntungan rempah-rempah yang melimpah. Di balik kejayaan tersebut, menimbulkan banyak persoalan. Semakin banyak daerah menyebabkan pengawasan semakin sulit. Kota Batavia menjadi padat dan Ramai karena orang-orang asing seperti Cina dan Jepang diizinkan tinggal di Batavia yang menyebabkan Batavia dibanjiri penduduk.
Terjadi perubahan mendasar dalam kelembagaan VOC pada tahun 1749. Belanda mengeluarkan UU yang menetapkan Raja Willem IV sebagai penguasa tertinggi VOC. Sepenuhnya menjadi tanggung jawab Raja yang sebelumnya oleh pengurus 'Dewan Tujuh Belas' yang dipilih oleh parlemen dan provinsi pemegang saham kecuali provinsi Holland. Penguruh VOC mulai akrab dengan pemerintahan Belanda, pemegang saham mulai terabaikan, pengurus tidak lagi berpikir untuk memajukan usaha perdagangannya akan tetapi hanya berpikir untuk memperkaya diri. Hal itu tentu saja membuat keuntungan VOC semakin merosot, begitupun juga dengan kas VOC yang merosot tajam dikarenakan serangkaian perang yang dilakukan dan beban hutang pun tak dipungkiri.
Pejabat VOC mulai menunjukkan sikap gila hormat yang cenderung feodelis. Gubernur Jendral Henricus Zwaardecroon mengeluarkan ordonasi untuk mengatur secara rinci cara penghormatan kepada Gubernur Jendral, Dewan Hindia beserta anak dan isterinya pada tanggal 24 Juni 1719. Penghormatan tersebut seperti semua orang harus turun di kendaraan apabila berpapasan dengan pejabat tinggi tersebut, warga keturunan Eropa harus menundukkan kepala, dan warga bukan keturunan Eropa harus menyembah. Selanjutnya pada tahun 1754, Gubernur Jendral Jacob Musel juga mengeluarkan ordonasi yang mengatur tentang kendaraan kebesaran. Ordonasi tersebut seperti kereta kebesaran Gubernur Jendral ditarik oleh enak ekor kuda dan hiasan berwarna emas, untuk anggota dewan hindia keretanya ditarik oleh empat ekor kuda dengan hiasan berwarna peral. Tentu saja hal itu menunjukkan bahwa pejabat VOC gila hormat dan ingin berfoya-foya. Tidak sampai itu saja, hal tersebut tidaklah lengkap tanpa upeti dan hadiah. Semua bermuatan korupsi. Untuk menjadi karyawan VOC pun harus dengan cara menyogok. Karena ggila akan kemewahan sesaat, beban utang VOC semakin berat sehingga akhirnya VOC pun bangkrut dan gulung tikar. Pada tanggal 31 Desember 1799, VOC dinyatakan bubar dan semua utang piutang dan milik VOC diambil alih oleh pemerintahan Belanda. Pada waktu itu Van Overstraten sebagai Gubernur Jendral yang terakhir masih harus bertanggung jawab tentang keadaan di Hindia Belanda untuk mempertahankan Jawa dari serangan Inggris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar